Petrus dan Paulus : Kisah Rahmat Tuhan

Sahabat, hari ini Gereja merayakan dua santo besar, Petrus dan Paulus. Dua pilar yang menyangga Gereja tetap tegak berdiri. 

Yesus memilih Petrus untuk menjadi paus yang pertama, dan seperti yang dikatakan dalam Injil, Yesus memilih dia untuk menjadi "batu karang" di mana akan menjadi pondasi kuat bagi Gereja.

Tetapi, Petrus yang dipilih oleh Yesus menjadi paus pertama ini adalah Petrus yang sama dengan yang menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Dia yang mengkhianati gurunya, penyelamatnya, dan sahabatnya. Dia yang tidak berdaya tatkala berhadapan dengan seorang perempuan yang menanyainya perihal latar belakangnya, perihal hubungannya dengan Yesus.

Tetapi, Petrus yang menyangkal Yesus ini juga yang ditanyai oleh Yesus sebanyak tiga kali hingga meleleh air mata. Ditanyai apakah dia mencintai Yesus lebih dari yang lain. Petrus yang sama yang diperintahkan oleh Yesus untuk menggembalakan domba-domba-Nya.

Diceritakan bahwa Petrus menyesali seluruh dosanya dan dikatakan pula bahwa ia mengaku dosanya seperti membersihkan air mata yang mengalir di pipinya, minimal sekali sehari sampai akhir hayatnya, sampai tetes terakhir air mata membasahi wajahnya.

Petrus yang dipilih Yesus ini adalah Petrus yang mengakui Yesus sebagai Mesias, sebagai Tuhan.

Yesus juga memilih Paulus.

Paulus dipilih untuk menjadi misionaris terbesar dan pertama Gereja. Dia dipilih untuk berkeliling ke seluruh dunia, yang dikenal pada waktu itu, untuk mewartakan kabar gembira.

Paulus yang dipilih Yesus ini adalah Paulus yang sama dengan yang menganiaya jemaat perdana. Dialah yang menangkap dan memenjarakan, bahkan katanya membunuh para pengikut Kristus. Paulus yang demikian dipilih Yesus untuk mendirikan komunitas-komunitas yang jumlahnya belasan selama 30 tahunan pelayanan Paulus.

Mengapa Paulus dipilih? Apakah karena dia karismatis dan suaranya mantap serta pandai berpidato? Apakah posturnya gagah, tegap berwibawa?

Ternyata bukan!

Paulus itu badannya pendek. Kulitnya halus. Suaranya lemaha dan seperti rengekan anak kecil. (2 Kor 10:10). Bahkan dalam gamabr-gambar selalu digambarkan abhwa Paulus itu berkepala botak. Sudah pendek botak pula, kombinasi yang kurang meyakinkan sebagai seorang orator. Dan memang dia bukan orator. Suaranya sempreng jelek dan lemah.

Sama sekali tidak menggambarkan seorang missionaris hebat dengan badan tegap dan suara lantang. Lantas mengapa dia bisa begitu hebat?

Bagaimanakah Petrus dan Paulus, yang sama-sama memiliki kelemahan secara fisik dan psikis ini bisa menjadi tiang kokoh bagi Gereja?

Apakah yang mengubah mereka sehingga mampu menjadi kudus, martir hebat dan pembuat sejarah?

Jawabannya hanya satu :RAHMAT TUHAN. 

Ya, rahmat Tuhanlah yang memampukan mereka. Rahmat yang sama yang menjaga gereja selama 20 abad ini. Rahmata yang sama yang kita terima pada waktu kita dibaptis. Maka pada hari ini, saat kita merayakan pesta kedua santo hebat ini, Gereja hendak mengajak kita untuk lebih menyadari peran Rahmat Tuhan dalam hidup kita.

Ada dua cerita yang bisa menjadi ilustrasi untuk kisah mereka. Dua kisah ini mungkin sudah pernah kita dengar, tetapi baik untuk kita renungkan lagi, agar kita terbantu untuk lebih membuka diri kepada rahmat Tuhan.

Pertama adalah soal lukisan dan pelukisnya.
Kalau kita melihat lukisan yang indah, kita akan tergerak untuk memuji pelukis hebat tersebut. Tidak pernah kita akan memuji kuas yang dipakai. Meskipun untuk menghasilkan lukisan hebat, pelukis selalu menggunakan kuas.
Hidup manusia, kita, saya dan kamu (iya kamu!) adalah lukisan hebat karya Tuhan. Tuhan adalah pelukis hebat, dan manusia adalah kuasnya. Bedanya, sebagai kuas manusia bisa memutuskan untuk melepaskan diri dari tangan Tuhan, atau bergerak sesuka hati tidak seperti yang dimaui sang pelukis.
Hanya kalau kita membiarkan diri dipegang Tuhan maka akan tercipta lukisan yang hebat, kehidupan yang hebat.

Gambaran kedua saya ambil dari contoh yang diberikan oleh Santa Teresa Avilla.
Beliau menggambarkan jiwa itu seperti sebuah taman yang indah. Bunga-bunga di taman adalah nilai-nilai kehidupan yang dimiliki manusia. Ada kesabaran, iman, harapan, kasih, dll. Semua tanaman ini, nilai-nilai indah ini semuanya ditanam oleh Tuhan. Tugas menusia hanyalah menyirami kebun itu dengan air agar subur. Air yang bagus untuk tanaman dalam jiwa adalah doa dan yang menyuburkan setiap nilai-nilai kehidupan itu adalah pengorbanan diri, penyangkalan diri.

Tetapi, doa dan penyangkalan diri tidak akan berguna kalau Tuhan tidak memberi keehidupan pada benih-benih tanaman tersebut.

Paradox. Bertentangan!

Apa yang paradoks? Apa yang bertentangan? yaitu antara doa, rahmat Tuhan dan usaha manusia. Kalau semuanya adalah rahmat Tuhan, mengapa manusia harus berusaha, mengapa manusia harus berdoa, mengapa manusia harus bekerja keras, mengapa manusia harus menyangal diri kalau semuanya adalah rahmat Tuhan? Sebuah pertentangan. Bagaimana memahami ini?

Santo Ignatius Loyola memberi sedikit pertolongan. Dia mengatakan begini, "berdoalah seakan semuanya hanya tergantung kepada Tuhan dan bekerjalah seakan semuanya hanya tergantung padamu."
Kita semua ingin menjadi pengikut Kristus yang dewasa, yang memiliki kebijaksanaan, yang gembira. Maka kita harus berdoa, memohon semuanya dari Tuhan, karena semuanya hanya mungkin karena rahmat Tuhan. Merenungkan Kitab Suci, menerima sakramen secara teratur, dan setiap hari memohon pertolongan Tuhan.
tetapi di lain pihak juga bekerja keras. Kita harus memanggul salib kita setiap hari. Harus bekerja keras mengatasi kemalasan, mengatasi segala kecenderungan negatif dan membuat silih untuk dosa-dosa kita.
Maka doa dan bekerja adalah komninasi yang sempurna. usaha dan rahmat Tuhan akan bekerja bersama.

Bekerja tanpa berdoa hanya membuat kita seperti sungai kering. tak akan ada rahmat Tuhan yang mengalir di sana.
Berdoa tanpa bekerja kita akan menjadi vas bunga yang penuh air dan bau. Tidak ada orang yang suka mendekat. Tidak ada yang mau memakai untuk menancapkan bunga. 

Kita harus menjadi sungai penuh air, sehingga rahmat Tuhan bisa mengalir dalam hidup kita. Kita harus menjadi vas bunga yang kosong dan kering sehingga Tuhan bisa menaruh bunga-bunga harum di dalamnya.

Petrus dan Paulus adalah gambaran pribadi yang bekerja sekuat tenaga dan berdoa sepenuh hati. Mereka membiarkan diri menjadi sungai yang penuh air agar rahmat Tuhan bisa mengalir dan dinikmati banyak orang. Mereka juga membiarkan diri menjadi vas bunga yang kering sehingga Tuhan bisa menaruh bunga di dalamnya. Dan kita sungguh melihat keindahannya itu.

Hong Kong, 29 Juni 2014

Comments

Popular Posts