Orang baik itu...

Lukisan kembalinya si anak hilang,
karya Rembrant
Sahabat, orang baik itu seperti apa sih? Anda pasti memiliki jawaban masing-masing. Anda pasti juga memiliki kriteria mengenai orang baik itu. Ada kisah yang sangat menarik mengenai orang yang dianggap baik dan yang tidak baik. Silahkan Anda nilai sendiri, dan Anda menarik kesimpulan sendiri, mengambil contoh sendiri. Mari kita lihat.

Ada seorang bapak memiliki dua anak laki-laki. Tidak diceritakan berapa umur bapak itu, tidak diceritakan di mana istrinya. Dua anak itu juga belum menikah, karena mereka masih tinggal bersama bapaknya. Meskipun tinggal bersama orangtua bukan jaminan bahwa mereka belum menikah. Karena ada ungkapan, 'pondok mertua indah', alias sudah menikah tetapi tetap tinggal bersama mertua. Namun data yang ada adalah, tidak diceritakan adanya perempuan lain yang mengindikasikan adanya istri.

Si Bungsu

Mengejutkan. Iya, mengejutkan. Tiba-tiba si bungsu meminta agar ayahnya membagi warisan. Wah, ini menyalahi adat. Ayahnya masih sehat, mungkin juga belum sangat tua. Dan yang pasti anak-anak masih belum menikah. Biasanya warisan dibagikan ketika orangtua sudah akan meninggal dan anak-anak sudah siap berdiri sendiri. 

Diceritakan bahwa sang ayah membagi warisan menjadi dua. Saya membayangkan bahwa sang ayah ini sangat kaya. Ada dua sikap yang ditunjukkan oleh si anak. Yang sulung tidak mengambil bagiannya. Dia tetap tinggal bersama orangtuanya dan setiap hari bekerja seperti biasa membantu orangtuanya. Tetapi tidak demikian dengan si bungsu. Dia segera menjual seluruh warisannya dan dengan hasil yang begitu banyak dia pergi ke luar negeri. Dia memulai hidup baru.

Tinggal di luar negeri tentu berbeda dengan di rumah sendiri. Dulu selalu ada ayah dan kakak yang mengawasi, sekarang dia bebas melakukan apa saja. Tidak ada yang melarang ketika dia melakukan ini atau itu. Di luar negeri dia mulai berbisnis. Berkenalan dengan para bisnisman. Gaya hidup juga mulai berubah. Orang mengatakan dia berfoya-foya. Tiba-tiba ada resesi sosial, ada krisis ekonomi yang hebat melanda negeri itu. Usahanya bangkrut dan dia kehilangan seluruh hartanya. Agar bisa bertahan hidup, dia mulai bekerja, namun tidak banyak lowongan pekerjaan yang bisa dimasuki. Krisis ekonomi itu begitu hebat, sehingga banyak orang juga kesulitan mencari pekerjaan.

Akhirnya dia memperoleh pekerjaan menjaga babi. Awalnya semuanya masih baik-baik saja sampai kelaparan yang hebat melanda negeri itu. Si bungsu yang tidak pernah disebut namanya ini juga kelaparan. Dia bahkan tidak keberatan seandainya harus makan makanan babi, tetapi itupun tidak dia dapatkan. 

Di tengah segala kesulitan yang dia alami, kenangan akan rumahnya mulai datang. Dia ingat rumahnya, dia ingat ayahnya, kakaknya, juga para karyawan di rumah bapaknya, semuanya hidup baik dan berkecukupan. Bahkan karyawan yang paling rendahpun bisa hidup layak, cukup makan dan tinggal layak. 

Lalu dia melihat dirinya sendiri. Sendirian di negeri asing, kelaparan dan menderita. Dia mulai menyadari kesalahannya, kesombongannya selama ini, kecerobohannya, dan masih banyak lagi hal yang buruk yang dia lakukan. Kesalahannya bukan saja kepada ayahnya, tetapi juga kepada surga, kepada Tuhan. Dia menyadari semuanya. 

Setelah menimbang-nimbang, dia memutuskan untuk PULANG. Iya, dia harus pulang. Menyadari segala kesalahannya, dia sadar tidak layak lagi sebagai anak. Dia ingin PULANG dan TINGGAL kembali di rumah ayahnya. Bukan sebagai anak, tetapi cukuplah sebagai karyawan. Karena dia sangat menyadari bahwa karyawan di rumah ayahnya hidupnya cukup terjamin.

Si Sulung

Diceritakan bahwa setelah mendapat warisan dari ayahnya, si sulung tidak mengambil bagiannya. Dia tetap tinggal bersama ayahnya seperti sedia kala, dia tetap bekerja membantu ayahnya bekerja di ladang, dll.

Hidupnya tidak berubah dari hari- ke hari. Tidak ada kesulitan yang datang. Semuanya aman karena dia setia berada di rumah ayahnya. Tidak ada angin yang memungkinkan dia masuk angin, tidak ada kerikil tajam yang memungkinkan dia tersandung, karena dia setia tinggal di rumah ayahnya. Maka, kita tinggalkan dulu si sulung ini. Dia baik-baik saja, sampai nanti dia mengalami ada angin kencang menerpanya.

Sang Bapak

Dari awal sang Bapak dikenal sebagai bapak yang baik. Ketika anak bungsunya meminta bagian warisannya, bapak ini langsung membagi. Tidak ada konflik yang diceritakan, seolah bapak ini menganggap semuanya enteng saja. Juga ketika anak bungsunya memilih untuk pergi merantau ke negeri asing, tidak tampak bapak ini melarang anaknya. Kehidupan seoalah berjalan biasa saja tanpa rintangan yang berarti.

Benarkah semua berjalan seperti biasa? Sejatinya tidak. Semuanya tidak biasa lagi. Telah banyak yang berubah. Semenjak anak bungsungnya pergi, separuh jiwanya juga pergi. Bahwa dia kelihatan begitu tegar dan seolah semuanya baik-baik saja, itu hanya karena dia bisa berpasrah. Namun di kala siang hari menjelang, atau sore menjelang petang, dia kerap mengarahkan pandangan ke ujung jalan. Ada harapan besar terlihat dari sinar matanya, bahwa di ujung jalan akan ada satu titik. Dia mengharapkan seseorang datang di ujung jalan itu.

Tidak ada yang memerhatikan itu. Juga anak sulungnya, tidak pernah memerhatikan bagaimana ayahnya duduk di teras rumahnya, terkadang bahkan air mata mengalir tanpa tersadari. Sempat terpikir atau dia berusaha berpikir bahwa anaknya itu telah mati, entah di mana. Dia berharap anaknya itu belum mati tetapi anaknya hanya hilang saja. Kalau hilang masih ada harapan bahwa anak itu akan kembali, entah kapan.

Hingga siang itu, seperti biasa dia duduk di teras, sesekali matanya diarahkan ke ujung jalan. Ada dorongan dari dalam hati bahwa akan ada peristiwa hebat sore itu. Maka meski pikirannya mengatakan sudah tidak ada harapan, dia tetap duduk di sana dan menunggu dengan sedikit gugup. Dia hampir masuk ke dalam rumah ketika sekonyong-konyong ada bayangan di ujung jalan. 

Bapak itu berdiri memicingkan matanya untuk melihat lebih jelas. Benar saja, sesosok bayangan itu adalah sesosok manusia. Semakin dekat, bayangan orang itu semakin bisa dia kenali, hanya sosok ini lebih kurus dan kurang terawat. Ada sekilas bayangan tentang anaknya yang hilang, tetapi bayangan ini berbeda. Dulu anaknya gagah dan tampan, tapi sesosok bayangan ini kurus dan acak-acakan. Tetapi dia berharap bahwa itu adalah anaknya.

Bayangan itu semakin dekat. Bapak ini semakin yakin bahwa bayangan itu adalah bayangan anaknya meski nampak kurus dan acak-acakan. Maka, begitu dia yakin bahwa itu anaknya, bapak ini lari menyongsong dan memeluknya. Tangisnya pecah. Tangis antara kegembiraan dan kesedihan. Gembira karena anaknya yang mati telah bangkit kembali, sedih karena elihat keadaan anaknya.

Rekonsiliasi

"Bapak, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapak, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapak lagi." Kata anak itu kepada bapaknya.

Bapak itu seperti orang gila. Dia tidak memedulikan kata-kata anaknya. Dia sibuk memeluk dan menciumi anaknya. Kerinduan yang telah lama dia pendam akhirnya pecah. Kepahitan yang selama ini dia simpan semuanya tertumpah sudah. Maka segera dia panggil pembantu-pembantunya. Diperintahkan mereka mengambilkan pakaian yang pantas. Kaki yang tak bersandal itu diberinya sandal. Juga jarinya kembali diberinya cicin. Sebuah tanda penerimaan. 

Bapak itu tidak memedulikan apa yang telah diperbuat anaknya di masa lalu. Satu hal yang dia pahami, anaknya ini telah mau PULANG. Anaknya tetaplah anaknya. Sekotor apapun dia di masa lalu, tetaplah anaknya. Maka, ketika anak ini PULANG, dia menyambut dan menerimanya.

Hilang

Si bungsu yang hilang kini telah ditemukan kembali. Dia kembali PULANG dari kegelapan. Dia telah menderita di negeri asing dan ingin kembali kepada kehangatan rumah ayahnya. Semuanya bergembira. Makanan yang enak dihidangkan, dan musik-musik yang selama ini telah mati dihidupkan kembali. Para penari meliuk-liuk kegirangan. Semuanya bergembira.

Tetapi, jauh di ladang, si sulung bekerja dalam diam. Seperti hari-hari biasanya dia berangkat pagi dan pulang pada sore hari. Setiap hari selalu begitu, tidak ada yang istimewa. Juga sore itu ketika dia pulang dari ladang, tidak ada pikiran apa-apa dalam dirinya. Hingga ketika langkahnya sudah mendekat sampai di rumah dia mendengar bunyi musik-musik dari rumahnya. 

Dia terkejut. Ini tidak biasa. Sudah bertahun-tahun sejak di rumah itu hanya tinggak berdua, musik seolah pergi dari rumah. Tetapi mengapa sore ini ada suara itu lagi? Hatinya bertanya-tanya, maka dia panggil salah satu karyawan ayahnya untuk bertanya mengenai apa yang terjadi. Kemudian karyawan itu menceritakan apa yang sudah terjadi. Mengenai adiknya yang bungsu yang baru datang. Dan bagaimana ayahnya membuat pesta untuk menyambutnya. Si sulung marah. Dia merasa ayahnya sangat tidak adil.  Maka dia tidak mau masuk ke dalam rumah. Karyawan itu memberitahu ayahnya soal ini, soal si sulung yang abru pulang dari ladang dan tidak mau masuk ke dalam rumah.

Ayahnya keluar menyongsong si sulung. Dia berusaha menenangkan kemarahannya, tetapi sia-sia. Ini kata-kata si sulung. "Telah bertahun-tahun aku melayani bapak dan belum pernah aku melanggar perintah bapak, tetapi kepadaku belum pernah bapak memberikan seekor anak kambingpun untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. tetapi baru saja datang anak bapak yang telah memboroskan harta kekayaan bapa  bersama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun untuk dia."

Bapak itu menerangkan bahwa adiknya itu telah mati namun kini hidup kembali, dia telah hilang dankini ditemukan kembali. Namun anak sulungnya tidak mau mengerti. Dia tidak mau lagi mengakui bahwa dia adalah adiknya, bahwa dia adalah saudaranya. Dia menyebut si bungsu sebagai 'anak bapak', seolah dia bukan saudaranya. 

Bagi si sulung, adiknya itu sudah tidak ada. Dia sudah hilang dan tidak mungkin untuk kembali. Kalau toh dia kembali, dia harus dihukum, bukan dipestakan. Kenyataan bahwa bapaknya melakukan hal yang sebaliknya, membuatnya geram. Dia tidak mau PULANG. Tidak diceritakan, apakah si sulung akhirnya luluh hatinya dan mau mausk ke dalam rumah, atau dia pergi dan HILANG.

Penutup

Orang baik itu...
Ya, kita masing-masing memiliki kriteria mengenai orang baik. Yang selalu menurut, selalu mantaati peraturan, dll. Seperti si sulung, dia dikenal sebagai anak yang baik. Banyak orangtua berharap memiliki anak seperti dia. Yang tidak pernah merepotkan, tidak pernah membuat masalah.

Siapakah orangtua yang berharap memiliki anak seperti si bungsu, yang menghabiskan harta orangtua, yang membuat malu orangtua dengan tindakan-tindakannya yang tidak sesuai norma? Pasti tidak ada. Bahkan ada orangtua yang tidak mau mengakui lagi anaknya yang telah membuatnya malu.

Tetapi bapak dalam kisah ini memang berbeda. Baginya, anak yang baik itu yang mau PULANG. Membuat kesalahan di waktu muda, karena hasrat yang menggebu dan keingintahuan yang besar, bisa membuat seseorang jatuh ke dalam lumpur dosa. Tetapi selama dia mau PULANG, mau memperbaiki hidup, dia masih baik.

Sebaliknya, seseorang yang dulunya dianggap baik, bisa menjadi anak yang hilang kalau dia tidak bisa menerima saudaranya yang PULANG. Kemampuan mengampuni juga penting. Tidak ada artinya hidup baik yang ditandakan dengan menuruti peraturna, kalau tidak disertai dengan kemauan mengampuni. 

Hong Kong, 22 Maret 2014, 10:10


Comments

Popular Posts