Menakar dosa dan kebaikan

Di Indonesia sedang berlangsung kampanye untuk pemilihan anggota DPR. Ada beragam cara kampanye dilakukan. Ada yang santun, ada yang arogan, ada yang menjelekkan kelompok lain, ada yang memuji diri sendiri. Semua cara dilakukan untuk mendapatkan simpati pemilih. Sehingga pada hari pemilihan, rakyat memilih mereka.

Orang berdoa ternyata tak ubahnya politisi berkampanye. Mereka berusaha meyakinkan Tuhan, agar Tuhan berkenan memilih mereka. Ada dua contoh orang berdoa, berkampanye di hadapan Tuhan. Siapakah yang baik? Siapakah yang dipilih Tuhan?

Pendoa pertama. Disebut orang baik. Dia memulai kampanye dengan menyebutkan satu persatu keunggulannya. Apa yang telah dilakukan selama ini. Dia berkata demikian, "Ya Tuhan, aku bersyukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain. Aku bukanlah perampok, aku bukan orang lalim, aku bukan pezinah, dan bukan pula seperti pemungut pajakmyang korup." 

Orang tersebut menarik nafas sejenak dan melanjutkan kampanyenya, "aku berpuasa tiga kali seminggu, bahkan terkadang 5 kali seminggu, aku bersedekah, aku menghabiskan berjam-jam untuk berdoa. Aku orang baik, selalu berusaha berbuat baik, bicaraku tidak kotor, tanganku tidak aku biarkan melakukan tindakan kotor. Aku orang baik, bukan seperti yang lain, yang suka berbohong dan menipu."

Pendoa kedua. Dia seorang pegawai pajak yang dikenal sebagai seorang pendosa. Dia tidak berani maju, tetapi memilih berdiri di belakang. Dia juga tidak berani menengadah ke langit, melainkan menunduk. Dia juga tidak mengangkat tangannya, tetapi menaruh tangannya di dada, tak jarang dia menebah-nebah dadanya. Dia tidak berkata-kata, namun hatinya berbisik, "ya Tuhan, kasihanilah aku orang berdosa ini." Kemudian di menunduk dan bersujud. Setelah itu pergi.

Menimbang dosa dan kebaikan

Dua orang tadi sudah sama-sama menimbang dosa dan kebaikan mereka. Pendoa pertama mengumpulkan banyak perbuatan baik. Dia merinci semuanya satu persatu. Telah melakukan ini dan itu, tidak berbuat ini dan itu. 

Sedangkan pendoa kedua tidak memiliki kebaikan untuk dibanggakan. Dia menyadari dirinya berdosa, maka dia hanya memohon ampun. Memohon belas kasihan. Pendoa kedua tidak membeber kebaikan atau dosanya, dia hanya bersujud kepada Tuhan. Hanya dengan belas kasih Tuhan dia akan selamat.

Di akhir kisah diceritakan, bahwa setelah pulang dari rumah Allah, yang berbahagia adalah yang kedua. Ternyata Tuhan menerima kampanye si pendosa dan memilih dia. Agak mengherankan, karena Tuhan lebih memilih yang berdosa dibanding memilih yang baik. Hanya ada satu alasan. Apa itu?

Kerendahan hati. Tuhan ternyata tidak membutuhkan segala puja puji. Apalagi kalau itu dilakukan dengan tinggi hati. Kebaikan tidak perlu diumbar-umbar, diiklankan. Apalagi disombongkan. Tuhan mencari kerendahan hati. Bagaimana Tuhan menilai kerendahan hati dua orang pendoa tadi?

Pendoa pertama tidak memiliki kerendahan hati. Dia membandingkan diri dengan orangnlain dan merasa diri lebih baik. Dia berkata, "aku tidak seperti orang lain." Perkataan itu adalah kesombongan. Karena dia menilai orang lain lebih rendah. Dia menilai orang lain tidak sebaik dia. Itu sombong. Itu congkak.

Pendoa kedua tidak memedulikan orang lain. Dia sudah melihat dirinya berdosa. Dia tidak pantas disandingkan dengan orang lain apalagi bersanding dengan Tuhan. Maka diapun tidak berani berdiri di depan. Dia memilih berdiri di belakang, menepuk dada, menunduk dalam bahkan bersujud, lalu mohon ampun. Mohon belas kasihan. 

Hanya orang yang rendah hati yang bisa melihat cacat cela dalam dirinya. Hanya orang rendah hati yang sanggup berkata, "Tuhan ampuni aku, kasihanilah aku." Dan inilah yang dicari Tuhan. Jiwa-jiwa yang haus dan terbuka akan belas kasih Allah. 

Maka hari ini, ketika saya diberi satu contoh sikap di hadapan Tuhan, saya menjadi malu. Mengapa saya malu? Pertama, saya banyak dosanya. Kedua, saya kurang rendah hati. Kombinasi yang buruk antara berdosa dan kurang rendah hati. Ketiga, saya kurang berani berseru dengan tulus, "Tuhan kasihanilah aku." Kalaupun aku berseru, kerap belum mengalir dari hati yang terdalam.

Pagi ini saya diingatkan lagi. Tidak perlu sibuk menakar dosa dan kebaikan kalau saya tidak memilikimkerendahan hati untuk datang kepada Tuhan. Lebih baik memurnikan hati. Dan dengan rendah hati datang kepadanya dengan tulus dan berseru, "Tuhan, kasihanilah aku orang berdosa ini." 

Kerendahan hati adalah bukti cinta sejati. Karena itulah yang dicari oleh Tuhan. Dalam sabda-Nya kepada Hosea, Tuhan berkata, "Aku menyukai kasih setia dan bukan kurban sembelihan." Kasih setia dan kerendahan hati mengalir bersamaan. Sesorang akan memiliki kerendahan hati dalam dirinya kalau mereka memiliki kasih yang besar terhadap Tuhan.

Hong Kong, 29 Maret 2014, 7:25am

Comments

Popular Posts