Masuk ke dalam Puri batin, sebuah catatan retret (3): Ruang kedua, Perjuangan dan Ketekunan


Bujukan/godaan
Sahabat, pada ruang kedua ini jiwa-jiwa yang telah berada di sana dilukiskan sudah semakin serius dalam hidup doa juga dalam perkara-perkara Ilahi. Hal itu bukan tanpa rintangan. Seperti yang telah kita lihat di ruangan pertama, setan tidak pernah tinggal diam melihat jiwa-jiwa berjalan menuju Allah. Juga di sini, setan berusaha lebih giat lagi menarik jiwa-jiwa untuk keluar dari ruangan ini dan kembali ke ruangan sebelumnya, atau bahkan keluar dari puri. Maka gambaran perjuangan dan ketekunan sungguh menjadi nyata.
Setan menarik manusia untuk kembali kepada kehidupannya yang lama. Dia akan menunjukkan bahwa cara hidupnya yang lama lebih menarik, lebih banyak mendatangkan kegembiraan. Jiwa yang sudah bertobat dan semakin serius ini terus digoda bahwa kalau ia tidak kembali ke cara hidup yang lama, dia akan mengalami banyak kesulitan. Bujukan dan godaan setan juga masuk ke dalam pekerjaan. Misalnya, ketika seseorang mulai bertindak jujur, menuruti Firman Allah, usahanya mulai seret. Di sana ia dibujuk untuk kembali ke cara yang lama.
Setan juga membujuk untuk kembali kepada pertemanan yang lama. Pertobatan seseorang biasanya juga memiliki dampak terpisah dari teman-teman lama. Orang bertobat berarti keluar dari lingkungan lama yang mengurung dia. Dalam lingkungan baru belum tentu ia mengalami kegembiraan seperti yang pernah ia alami dulu. Maka setan menggoda jiwa yang mulai bertobat untuk kembali kepada teman-teman yang lama untuk mendapatkan hiburan dan kesenangan seperti dulu lagi.
Jika usaha setan berhasil, maka jiwa tersebut akan kembali ke ruangan sebelumnya atau bahkan terdepak keluar dari puri. Maka diperlukan usaha dan ketekunan yang terus menerus untuk tetap sadar. Pertanyaan yang patut kita renungkan adalah, apakah yang harus kita lakukan kalau kita mengalami godaan. Dalam seluruh paparan di setiap ruang, Teresa menjelaskan bahwa godaan akan selalu muncul. Cara mengalahkannya adalah dengan terus bertahan dan melawan. Bagaimana bisa terus bertahan, yaitu dengan terus mendekatkan diri kepada Tuhan. Berusaha untuk peka dengan menyadari kehadiran-Nya dan mendengarkan sapaan-Nya.

Mendengarkan Suara Allah
Godaan terus datang. Sebaliknya juga orang-orang yang berada di ruangan ini mulai mampu mendengarkan suara Allah. Suara yang didengar bukan kalimat yang terdengar dari langit. Tetapi bisa berasal dari orang lain, dari sesama yang berupa teguran atau nasihat. Tuhan memakai mereka untuk menegur kita. Ada banyak cerita sentilan-sentilan yang menggugah seseorang, dan itu adalah bentuk suara Tuhan. Saya mengalami beberapa tahun yang lalu, ketika seorang umat mengatakan kepada saya agar saya berdoa. Awalnya saya mengira itu sentilan biasa. Baru kemudian saya sadar bahwa itu merupakan suara Tuhan. Terlebih setelah saya diajak berefleksi atas aktivitas doa yang saya lakukan. Di sana saya menyadari bahwa aktivitas doa tidak seutuhnya sama dengan berdoa.
Orang juga bisa mendengarkan suara Tuhan dari khotbah atau homili. Ada banyak sharing dari umat yang tersentuh karena khotbah dalam Ekaristi. Mungkin si pengkhotbah tidak bermaksud menegur atau menyentil, namun itu bisa dipakai oleh Tuhan untuk berbicara kepada seseorang. Kenyataan seperti ini memiliki dua makna. Pertama, bagi umat dan kedua bagi pastor.
Bagi umat, mendengarkan khotbah membutuhkan sikap yang rendah hati. Memang benar bahwa tidak semua khotbah enak didengarkan, karena unsur manusiawi bahwa tidak semua pengkhotbah baik dalam berbicara. Jenis suara juga kerap berpengaruh, namun pengaruh ini kecil sekali. Yang pasti Tuhan tidak selalu berbicara lewat khotbah yang menarik dan enak didengar saja. Tuhan juga bisa berbicara melalui khotbah yang membosankan dan kering.
Bagi pastor, kesadaran bahwa khotbah kerap dipakai Tuhan untuk berbicara kepada umat-Nya, maka ia harus mempersiapkan diri dengan baik. Kitab Suci dibaca bukan hanya untuk dimengerti, namun yang lebih penting untuk dihayati. Sehingga khotbah itu berasal dari hati yang bergumul dengan Sabda. Ada banyak pengalaman yang menggugah hati saya mengenai khotbah. Sebagai pastor saya berkhotbah hampir setiap minggu, bahkan setiap hari. Ada kalanya saya mendapat respon negatif, mereka tidak mengerti apa yang saya khotbahkan. Di lain kesempatan saya mendapatkan respon yang sangat positif. Mereka mensharingkan bahwa tersentuh dengan khotbah saya. Kemudian saya temukan bahwa khotbah yang menyentuh adalah khotbah yang berasal dari hati, yang keluar dari pergulatan batin dengan Sabda Tuhan, bukan sekadar dari pengetahuan akan Kitab Suci.
Tuhan juga bisa berbicara melalui buku-buku. Seperti halnya orang tersapa melalui khotbah, banyak orang tersapa melalui buku yang mereka baca. Buku yang baik dari penulis rohani yang baik banyak membawa orang makin dekat kepada Tuhan. Saya memiliki pengalaman disapa Tuhan melalui buku, beberapa catatan saya di atas lahir setelah saya membaca buku. Saya merasa Tuhan sendiri yang berbicara kepada saya melalui buku-buku tersebut.
Tuhan juga berbicara kepada kita melalui penyakit dan kesedihan. Sudah sejak lama manusia sadar bahwa penyakit dan kesusahan adalah cara yang dipakai Allah untuk mendidik manusia. Masing-masing dari kita pasti memiliki pengalaman ini, disapa Tuhan melalui kesedihan dan penyakit-penyakit.

Hiburan rohani
Secara tegas Teresa mengingatkan agar kita tidak mencari hiburan rohani di dalam doa. Ada sebagian orang yang mencari kenyamanan dan hiburan di dalam doa. Doa dijadikan sebagai sarana kompensasi dari pengalaman pahit. Harapannya mendapatkan penghiburan di sana. Jika tidak memperoleh, dia akan mengeluh, kecewa, dan akhirnya putus asa.
Yang harus disadari adalah nilai sebuah doa bukan terletak dalam hiburan, kenikmatan dan rasa nyaman yang diperoleh selama berdoa. Nilai sebuah doa terletak dalam buah-buahnya. Bisa jadi seseorang mengalami kekeringan dan hambar ketika berdoa, namun di luar itu hidupnya bertumbuh. Dia bisa mencintai sesama dengan semakin baik. Ada buah-buah yang bisa dilihat dan dirasakan orang lain secara nyata.
Teresa menggambarkan orang yang berdoa untuk mencari penghiburan itu seperti orang yang membangun rumah di atas dasar pasir. Sesuatu yang sangat rapuh dan mudah hancur. Goncangan yang ringan saja akan mampu meruntuhkan seluruh bangunan. Demikianlah orang yang mencari hiburan dalam doanya, kekeringan sebentar saja akan membuat mereka berhenti berdoa. Di sana setan bersorak-sorai.
Seperti halnya dalam godaan, di sini kita perlu berefleksi lebih dalam mengenai hiburan dalam doa. Apakah kita juga mencari hiburan dan mengejar kepuasan dalam doa?

Berjuang dan tekun
Teresa mengingatkan siapa saja yang hendak mengikuti Kristus tidak boleh takut menderita. Pernyataan Yesus diulang kembali, barang siapa hendak mengikuti Yesus, ia harus memikul salibnya setiap hari (bdk. Mat 10:38; 16:24; Mrk 8:34; Luk 9:23; 14:27). Mereka harus siap berkurban dan menderita. Penderitaan itu bisa bersifat fisik maupun rohani. Yang diperlukan adalah terus berjalan dan tidak putus asa.
Mungkin kita berpikir bahwa hal itu teramat berat, namun kita bisa bercermin pada Yesus ketika memanggul salib. Yesus juga mengalami penderitaan, ia juga terjatuh, namun terus bangkit dan berjalan lagi. Itulah yang harus kita buat dalam perjalanan mengikuti Yesus, dalam mengupayakan hidup doa. Mungkin kita akan mengalami kesulitan, tersandung dan jatuh. Namun sungguh yang dibutuhkan adalah bangkit lagi dan melangkah lagi. Berjuang dan tekun. Itulah kunci di dalam ruangan ini. Setan akan terus menggangu, dan kita terus berjuang dan tekun berusaha. Masa krisis dan kritis yang kita alami bisa kita lewati dengan baik tanpa orang lain tahu. Di sini juga akan kelihatan kedewasaan seseorang, yaitu meski hati menderita namun muka tetap memancarkan senyum.
Di dalam ruang kedua ini kunci masuknya adalah doa batin. Jika di ruang pertama kunci masuknya adalah doa dan renungan tentang Tuhan, maka di sini Teresa menegaskan bahwa kuncinya adalah doa batin. Syaratnya adalah keheningan, mengenal diri dan mohon belas kasih Allah. Seperti sudah kita lihat pada ruang pertama, bahwa mengenal diri sendiri itu bisa dicapai setelah kita mengenal Allah. Usaha mengenal Allah adalah dengan mengenal Putera-Nya, merefleksikan serta mengkontemplasikan. Hal itu akan bisa kita lakukan dengan mudah kalau kita mau masuk ke dalam keheningan.
Usaha masuk ke dalam keheningan ini membuat jiwa menjadi lebih sederhana. Apakah maksudnya? Jiwa yang sederhana adalah jiwa yang tenang, tidak ribut dan khawatir dengan hal-hal kecil. Orang yang membiasakan diri masuk ke dalam keheningan akan merasakan manfaatnya yang sungguh besar. Persoalan hidup yang dihadapi tetap sama, namun tidak merisaukannya lagi. Stress dan depresi tidak ada lagi.

Pertanyaan reflektif
1.     Bujukan/godaan. Apakah saya pernah mengalami godaan untuk kembali kepada kehidupan saya yang lama? Bagaimana saya menanggapi godaan tersebut? Apakah usaha saya untuk bisa terus bertekun?
2.     Mendengarkan suara Allah. Apakah saya pernah mendengar suara Allah? Bagaimana bentuknya? Apakah saya melatih kepekaan batin untuk mampu mendengarkan suara Allah?
3.     Hiburan rohani. Apakah saya pernah mengalami penghiburan dalam doa? Bagaimana bentuknya? Apakah saya hanya mencari hiburan dalam doa? Bagaimana kalau saya tidak mendapatkan penghiburan dalam doa, ketika semua terasa hambar dan biasa-biasa saja, apakah saya masih ma uterus berdoa?
4.     Bertekun. Seberapa kuatkah saya bertekun di dalam menghadapi kesulitan-kesulitan? Usaha apakah yang saya lakukan untuk bisa setia dan terus bertekun?

Comments

Popular Posts