Daun Kering

Sahabat, hidup itu memang seperti sebuah roda. Kadang di bawah, kadang di atas. Namun kita tidak pernah menduga, seberapa lama kita di atas, dan seberapa lama kita di bawah. Bagaimana jika sebentar saka kita di atas dan begitu lama kita berada di bawah? Bagaimana jika rasa suka itu hanya sebentar saja dan luka ini mengangga begitu lama?
Ruang kelas di mana saya belajar berada di lantai tertinggi sekolah. Terletak di bagian pinggir bangunan, sehingga melalui jendela yang ada saya bisa memandang keluar secara leluasa. Setiap pagi, sebelum pelajaran dimulai saya suka berlama-lama berdiri di belakang jendela untuk memandang keluar.
Jika langit bersih saya bisa memandang sampai jauh, hingga semuanya mengecil dan mengabur. Dari semua yang suka saya pandang, adalah sebuah pohon yang ada di samping tempat parkir. Pohon itu tidak terlalu besar, namun menarik minat mata saya untuk memandangnya karena perubahan warna daunnya.
Sebelumnya saya tidak begitu memedulikannya. Apalagi selama musim dingin, pohin itu hanya berdiri putus asa tanpa sehelai daunpun. Saya tidak mengetahui kondisi pohon itu di musim lalu, akrena saya mulai menempati ruangan ini pada musim dingin. Namun di awal musim semi kemarin, pohon itu mulai menampakkan kecantikannya.
Awalnya berupa tunas-tunas lembut berwarna merah muda seperti bunga sakura. Awalnya kukira itu bunga sakura. Ternyata bukan! Makin haru kuncup-kuncup itu makin membesar dan aku bisa melihat kalau itu adalah daun. Awalnya berwarna merah muda, namun lambat laun menjadi merah menyala sehingga sungguh menarik minat mata untuk memandangnya.
Lama-kelamaan wanna pohon itu mulai memudar. Merahnya tidak lagi menyengat. Warna-warna gading mulai menghiasi dedaunannya. Hingga akhirnya warna merah itu benar-benar hilang digantikan warna putig gading. Itu pun tidak berlangsung lama, karena semburat coklat mulai menghiasi warna daun.
Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan dedauanan tersebut. Mungkin ia akan mongering dan kembali rontok. Atau berubah menjadi hijau. Saya akan menunggu hingga beberapa bulan lagi untuk melihat perubahannya.
Kini saya masih suka memandang pohon tersebut dari kejauhan. Meski berbeda rasa jika dibandingkan dengan waktu yang lampau, bersama semua pengalaman yang saya lewati, keadaan pohon itu sungguh mewakili apa yang saya rasakan dan alami. Dari kering, gundul tak ada apa-apa, kemudian berubah cerah dengan warna-warna gembira semburat di hati, hingga kembali hampa dan kering. Sebuah perjalanan perasaan. Perjalanan hidup. Karena hakekat kehidupan adalah berubah.
Saya terkadang tertawa jika memandang pohon tersebut. Mengapa ia berubah seirama dengan suasana hati saya. Kini ia semburat coklat pertana mulai mengering yang sebentar lagi akan rontok. Mengapa ia berwarna demikian, yang saya rasakan sebagai perasaan sakit, kering, dan luka.
Ya terkadang saya tertawa melihat pohon tersebut. Tertawa sekaligus cemburu. Ya cemburu karena ia akan segera memunculkan tunas baru. Ia akan rontok hanya untuk sementara waktu saja, sesudah itu ia akan berwarna indah lagi. Sedangkan hati ini belum tentu akan segera cerah kembali. Bisa saja luka ini akan mengering, namun belum tentu akan berganti dengan kegembiraan dan keindahan.
Sampai berapa lama itu akan terjadi, saya tidak tahu. Saya berharap itu tidak akan lama. Saya berharap saya bisa sesegera mungkin bercerita kepada kalian mengenai bunga-bunga yang indah. Yang bermekaran dari hati. Dari hati yang diliputi kegembiraan. Bukan bunga-bunga layu membusuk yang dibanting ke jamban.
Namun inilah hidup. Ia berubah semaunya. Kemarina da tawa. Hari ini ada air mata. Kemarin ada canda, hari ini ada luka. Inilah hidup. Semua seiring sejalan. Mungkin ketika cinta datang, hati ini melambung tinggi, sehingga terasa sakit ketika terbanting kembali. Mungkin kemarin tawa ini begitu lebar hingga terasa nyeri ketika hari ini air mata mengalir melewati batas-batas rasa.
Hmmm, inilah hidup. Setidaknya saya masih hidup hari ini untuk memberi kalian kabar. Kabar bahwa saya masih hidup, meski terluka, meski penuh air mata. Kuharap kalian tidak ikut berduka, bahkan jika suka itu tidak akan pernah datang lagi. Bahkan jika luka itu tidak akan pernah mongering lagi. Kuharap hidup kalian terus berlanjut bak dedaunan yang kembali bertunas setelah rontok dimakan masa. Saya sudah merasa sedikit lega bisa membagikan ini kepada kalian.
(Seperti diceritakan seorang kawan, semoga lukamu segera kering!)

Comments

Popular Posts