Engkau Kukasihi!


Sahabat terkasih, hari ini kita merayakan Pesta Pembaptisan Tuhan. Ada banyak hal yang bisa kita renungkan sebagai orang Katolik, sebagai orang yang dibaptis untuk hidup benar-benar sebagai orang Katolik dan sebagai orang yang dibaptis. Mungkin, perayaan ini bisa kita jadikan sarana membaharui hidup kita beriman kita.
Sudah satu minggu ini saya berada di Salatiga, tepatnya di Roncalli. Di sini kami tinggal bersama kurang lebih 45 orang, sebagian besar adalah suster. Sedangkan romo dan bruder hanya beberapa saja, menjadi minoritas. Meski demikian kami mulai menghayati hidup sebagai keluarga, sebagai saudara satu sama yang lain. Kami melakukan semua pekerjaan bersama-sama. Misalnya, seusai makan kami bersama-sama mencuci piring, membersihkan rumah, mengurus kebun, mengurus kapel, dst. Urusan pribadi semisal mencuci baju juga kami lakukan rame-rame, semuanya menjadi menyenangkan. Kami membaharui hidup kami sebagai biarawan dan biarawati mulai dari yang sederhana, mulai dari hidup harian. Kami menyegarkan hidup dengan meolahnya melalui hal-hal sederhana.
Mari kita kembali merenungkan peristiwa hari ini. Yesus dibaptis adalah bagian dari peristiwa Ephifany. Yaitu peristiwa Yesus ‘diberikan kepada dunia’. Karena biasanya Ephifany juga dikenal sebagai pesta penampakan Tuhan. Artinya Yesus menampakkan diri kepada Dunia. Ada tiga bagian peristiwa Ephifany; pertama Yesus dikunjungi oleh Orang Bijak dari Timur. Sebuah gambaran Yesus dikenal dan diakui oleh dunia. Yang kedua adalah peristiwa hari ini. Yesus diperkenalkan kepada dunia oleh Bapa-Nya sendiri. Yang ketiga adalah peristiwa minggu depan. Peristiwa di Kana yang di Galilea ketika Yesus mengubah air menjadi anggur seperti sebuah ‘proklamasi’ dari Yesus kepada dunia bahwa Dialah Mesias.
Sekarang marilah kita renungkan lebih mendalam bagian kedua dari Ephifany, yaitu peristiwa hari ini, peristiwa Yesus dibaptis dan Allah Bapa mengumandangkan suara-Nya dari surga, “Engkaulah Anak yang Kukasihi!”.

Allah campur tangan
Sahabat terkasih, Allah senantiasa ikut campur dalam hidup manusia, entah yang disadari atau tidak. Bacaan-bacaan hari ini dengan jelas menggambarkan campur tangan Tuhan tersebut. Pertama Allah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Babylon. Itu kita dengar dalam bacaan pertama. Kedua, Allah memberikan Anak-Nya yang tunggal kepada manusia, untuk ikut serta dalam kehidupan manusia sehari-hari. Itu kita dengar dalam Injil. Ketiga, Allah berperan dalam kehidupan kita sebagai orang-orang yang dibaptis, itu dalam bacaan kedua.
Sekarangpun Allah juga terus bekerja dan berperan aktif. Masing-masing dari kita memiliki pengalaman yang berbeda bagaimana Allah itu sungguh bekerja dan hasilnya luar biasa. Ada yang kelihatan jelas dengan mata, ada yang samar-samar dan ada yang tidak terasa. Tetapi ada. Beberapa contoh boleh kita sebut. Pertama, peran Allah yang kelihatan jelas dengan mata. Misalnya bagaimana Allah bekerja luar biasa dalam proses kesembuhan Tante Niny. Sharing dari Saudari Maggy mengenai peristiwa itu sungguh menggambarkan bagaimana Allah bekerja dengan sangat hebat. Saya sendiri mengalami, bagaimana Allah itu bekerja dan ikut campur dalam seluruh hidup saya. Contoh sederhana adalah seluruh pengalaman melayani umat di Melbourne. Itu semua bisa terjadi hanya karena Allah saja yang bekerja. Ketika selama satu minggu ini saya diajak kembali untuk melihat ke belakang, kepada berbagai peristiwa yang sudah terjadi; di sana saya menemukan betapa Allah sungguh luar biasa. Ketika melihat siapa saya ini sebenarnya dan apa yang sudah terjadi; saya menjadi gentar dan gemetar. Karena saya menemukan betapa kecilnya diri saya. Dan betapa semua itu terjadi hanya karena Allah ikut campur tangan. Itu semua tidak mungkin terjadi kalau hanya karena saya. Itu semua sungguh bukan saya. Itu adalah Allah yang bekerja.
Saya juga sangat percaya, Allah juga ikut campur tangan dalam kehidupan Anda. Masing-masing dari Anda bisa membagikan pengalaman itu. Sekarang mari kita lihat lebih dalam dengan sebuah pertanyaan. Mengapa Allah harus repot-repot ikut campur dalam kehidupan kita.

Kita Dikasihi
            Sahabat terkasih, Allah senantiasa ikut campur dalam kehidupan kita karena Allah ingin agar manusia tahu bahwa Dia mencintai kita. Kata-kata Allah Bapa yang kita dengar hari ini dalam Injil bisa kita kenakan kepada diri kita. “Engkaulah anak yang Kukasihi!” Kata-kata itu juga untuk kita. Coba pejamkan mata Anda sejenak, dan resapkan kata-kata itu, “Engkaulah anak yang kukasihi!” Betapa hebatnya dikasihi itu. Pengalaman kasih, pengalaman dikasihi adalah pengalaman personal yang mengubah. Betapa dunia kita ini hancur karena tiadanya kasih? Ketika orang tidak lagi menghiraukan kasih, dan hanya mengukur dengan uang semata. Bahkan kasih juga diukur dengan uang, segalanya akan sia-sia. Beata Teresa dari Kalkuta mengatakan bahwa penyakit yang paling ganas bukanlah kanker atau AIDS, tetapi hilangnya kasih. Itulah yang menghancurkan dunia. Maka betapa luar biasanya pengalaman kasih itu.
            Jika kita sudah menyadari bahwa Allah begitu mengasihi kita, apakah yang harus kita lakukan? Hanya satu yang perlu, yaitu membalas kasih-Nya itu. Hanya itu. Membalas kasih Allah dengan mencintai-Nya. Bagaimana mencintai-Nya? Bagaimana cara membalasnya?
            Caranya sederhana. Yaitu hadirkan Allah dalam hidup Anda. Dalam pelayanan yang kita lakukan, dalam seluruh aktivitas, harus diresapi oleh kasih allah sendiri. Mulai dari yang kecil, hidup dalam keluarga, hidup sehari-hari. Bahwa Yesus hadir untuk kita, untuk keluarga kita, untuk dunia dan untuk semua. Maka sangat menyenangkan kalau hidup kita juga terbuka untuk semua, tidak terbatas kawan dekat saja. Akan sangat menyenangkan kalau misalnya kasih yang kita timba dari Allah, dan karena anugerah Allah itu, kita bagikan untuk semua, bukan sekadar kawan dekat saja.
            Di sinilah bahayanya. Banyak kelompok-kelompok yang menyatakan diri kelompok agama, kelompok rohani, berkumpul atas nama Tuhan, senantiasa memuji dan menyembah-Nya; namun mereka tidak sungguh-sungguh berpusat kepada Allah. Mereka berpusat kepada kepentingannya sendiri dan perkawanannya sendiri. Mari kita bertanya kepada diri kita sendiri; berapa kali kita masih hitung-hitungan dengan kasih Allah. Berapa kali kita masih hitung-hitungan dalam pelayanan. Pelayanan yang kita lakukan entah di mana itu; dalam Legio, dalam SSV, dalam kelompok kharismatik, dalam kelompok Choice, dalam kelompok ME, dalam kelompok PSE, dalam kelompok OMK, dan masih banyak lagi kelompok-kelompok lain yang mungkin kita ikuti; berapakah yang sungguh-sungguh berpusat kepada Tuhan? Berapakah yang masih berpusat kepada diri sendiri?
            Bagaimana kita bisa mengukurnya? Sederhana saja. Ambillah cntoh mengungunjungi dan mendoakan orang sakit. Ketika ada orang sakit dan itu berada di luar kelompok kita, maukah kita mengunjunginya? Maukah kita memberikan kasih peneguhan yang tulus tak ubahnya kalau dia anggota kelompok kita atau teman kita? Bahkan akan lebih bermakna kalau yang kita layani adalah orang-orang yang tidak kita sukai. Bukankah itu yang dimaui oleh Yesus? “Kalau kamu hanya mengasihi orang-orang yang mengasihi kamu saja, apakah lebihmu? Bukankah penjahat juga mengasihi orang-orang yang mengasihi mereka?”

Membagikan kasih
            Membalas kasih Allah hanya mungkin dengan cara membagikan kasih-Nya. Kasih yang tidak dibatasi oleh kepentingan-kepentingan. Membalas kasih Allah adalah dengan menjumpai-Nya. Bukakah Yesus mengatakan bahwa Dia ada dalam diri mereka yang menderita, yang sakit, yang kekurangan, yang dipenjara, dst. Ke sanalah kita membals kasih Allah dengan menjumpai-Nya dan membagikan kasih.
            Ketika ini sudah kita lakukan, maka Ephifany sungguh terjadi. Di mana Allah sungguh dikenal oleh dunia, bukan seperti dahulu kala ketika Yesus berjalan-jalan di Galilea menyembuhkan orang. Allah dikenal dalam diri murid-murid-Nya. Dalam diri kita yang mau membagikan kasih Allah apa adanya. Dalam hidup kita yang hanya mau bergantung dari kasih Allah semata.
            Di sanalah letak kebaruan hidup kita. kebaruan hidup orang-orang yang dibaptis, bahwa hidupnya hanya mengalir dari kasih Allah, maka hidupnya hanya mengalirkan kasih Allah. Di sanalah kita bisa memberi kesaksian, bahwa menjadi orang Katolik, dibaptis secara Katolik, adalah hidup berdasarkan kasih Allah dan hanya mau mengalirkan kasih Allah. Biarlah Allah makin dimuliakan dalam hidup kita sehari-hari.
Tuhan memberkati.

Salatiga, 13 Januari 2013.
Romo Waris, O.Carm

Catatan:
Selamat kepada Jessica Ardelia Njiauw (wakil ketua Mudika) yang baru saja menikah dengan Hendri Lie. Kiranya Tuhan memberkati keluarga kalian. Teruslah menjadi saksi-Nya di manapun kalian berada.

Comments

Popular Posts