The Pursuit of Happiness : Rekoleksi Keluarga Katolik Indonesia di Melbourne

Pit Stop
Ibu Bapak yang terkasih, bagi yang menyukai olah raga balapan, pasti mengenal istilah pit stop. Yaitu saat berhenti di tengah lomba untuk membetulkan sesuatu. Tujuannya, agar kendaraan mampu berlomba hingga akhir.
Saya andaikan perjalanan hidup/berkeluarga seperti sebuah lomba. Dibutuhkan saat-saat tertentu untuk mengambil istirahat, untuk masuk pit stop, bahkan bengkel agar hidup ‘kendaraan’ kembali normal dan mampu melaju dengan kencang.

Pit stop dalam hidup adalah saat berhenti sejenak, saat melihat kembali diri sendiri, ngecek apa yang kurang beres, dan mencoba membereskannya; agar perjalanan kembali normal dan tujuan bisa teraih.

Sampai berapa kali kita membutuhkan pit stop dalam hidup? Tidak ada yang tahu. Semuanya sesuai kebutuhan. Namuan sangat baik kalau memiliki jadwal rutin untuk check up komplit. Rekoleksi adalah salah satau cara check up mini komplit. Seperti hari ini.

Muda
Ibu Bapak terkasih. Ada seseorang menyampaikan sebuah penilaian yang sangat jujur dan cerdas terhadap saya. Dan saya senang mendengarkannya, karena penilaian itu jujru dan cerdas, dan tentu saja benar. Ceritanya begini. Ada seseorang ingin berkonsultasi mengenai masalah hidup berumahtangga. Namun begitu mengetahui pastornya masih kanak-kanak, seseorang itu mundur teratur. Orang itu tahu diri dan itu tepat sekali. “Lah, romone iseh bocah, opo yo ngerti masalah rumah tangga?” itulah sebuah penilaian yang jujur dan sangat cerdas. 
Dan sebenarnya ungkapan yang disampaikan oleh orang itu benar sekali. Saya bukanlah ahli urusan rumah tangga. Secara bukan orang yang berumah tangga, dan belum memiliki jam terbang tinggi dalam mengurusi rumah tangga orang lain. Kalau sekarang nekat memberi rekoleksi keluarga, saya harapkan ini bukan masalah rumah tangga, tetapi hidup dalam keluarga. Hmmm, agak maksa kalimatnya, tetapi saya hanya hendak berbagi bagaimana saya hidup dalam keluarga. (nyambung atau tidak tidak usah bingung)

Mengejar kebahagiaan
Ibu Bapak, tema rekoleksi ini adalah mengejar kebahagiaan. Bagi saya, ini adalah tema yang sangat tidak jelas. Karena arti kebahagiaan sendiri sangat beragam. Ketika saya bertemu dengan beberapa orang dan mulai bertanya mengenai kebahagiaan dalam hidup berkeluarga, mereka memberi jawaban yang berbeda. Dan saya tidak mungkin menyalahkan yang satu dan membenarkan yang lain. Yang ada tinggallah kebingungan.
Lepas dari kebingungan yang melanda, berbicara mengenai kebahagiaan adalah sangat menarik. Setiap orang menghendaki kebahagiaan mampir dan tinggal dalam kehidupannya. Ada banyak jalan ditempuh, ada banyak cara dicoba, semua untuk meraih kebahagiaan. Apakah kemudian kebahagiaan teraih, itu persoalan lain.
Agar pembicaraan tidak melebar ke mana-mana, baiklah kalau kita batasi kebahagiaan itu dalam hidup berkeluarga. Dan jika mau jujur, sepanjang hidup dalam keluarga, arti dan tanda kebahagiaan itu juga berubah seiring waktu. Apalagi jika tanda kebahagiaan itu dilekatkan kepada yang fisik/materi. Maka, untuk mengingat lagi, baik kalau kita lihat harapan kebahagiaan yang kita tanamkan di awal hidup berkeluarga.
Makna kebahagiaan yang hendak dicapai bersama-sama di awal pernikahan, bisa juga dijadikan batu tanda tatkala hidup mulai melebar dan keluar dari arah. Tentu berbeda cerita jika harapan di awal berkeluarga telah tercapai. Mungkin baik kalau pada saat itu, titik capai baru mulai ditetapkan. 
Sebelum berefleksi lebih jauh mengenai kebahagiaan, baiklah kalau kita memakai gambaran mawar. Bunga yang cantik ini selalu memiliki duri, bahkan tidak ada mawar tanpa duri. Bagi saya ini gambaran sederhana akan kebahagiaan. Dia itu seperti kuntum mawar yang harum mewangi. Tetapi ia juga dibalut duri di tangkainya. Kalau kita tidak hati-hati, tangan kita akan tergores dan mengeluarkan darah. Tetapi kalau kita cukup bijak, duri itu tidak akan menggangu. Uraian ini kita simpan sampai di sini dulu. Nanti kita lihat lagi, apakah mawar itu sudah teraih, atau malah tangan kita yang udah berlumuran darah.

Awal Pernikahan
Ibu bapak terkasih, masa-masa indah dalam hidup kerap menarik untuk dikenang. Ketika saya hendak merayakan ulang tahun tahbisan, beberapa hari sebelum hari H, saya sudah sibuk dengan berbagai hal yang berkaitan dengan hari pentahbisan saya. Mulai dari mengenang lagu-lagu yang saya dengarkan waktu itu. Hingga mendengarkan lagi lagu-lagu yang dinyanyikan saat tahbisan. Tentu saja setelah berjalan sekian tahun, setelah melewati berbagai hal yang kerap menyedihkan, atau juga menyenangkan, mengenang ‘hari jadi’ sungguhlah memberi arti tersendiri. Ia mampu memberi kekuatan yang tidak terkatakan.
Saya kira demikian halnya dalam hidup pernikahan. Setelah berjalan sekian lama, tatkala gelora mungkin tidak semembara dulu kala, mengenang ‘hari jadi’ kiranya menambah semarak suasana. Membuka kembali album foto yang mungkin sudah cukup lama tersimpan rapi di almari. Atau memutar kembali video saat-saat sacral itu berlangsung. Mungkin beberapa hal Nampak lucu, Nampak kaku. Bahkan bisa jadi mengundang rasa haru. Itu bagus karena dengan menyadarinya berarti telah ada nilai baru. Oooo dulu begitu. Oooo dulu segitu. Dst.
Prosesi pernikahan yang indah selalu bisa dikenang kapan saja. Namun selain prosesi upacara yang pasti syahdu, mengharu biru juga, saya yakin ada kejadian-kejadian kecil yang jika diingat lagi akan menyunggingkan satu senyum. Terkadang kekonyolan-kekonyolan kecil.
Dalam kesempatan berjumpa dengan calon mempelai, saya kerap bertanya, ‘apakah kalian ingin hidup sejahtera?’ Semua pasangan senantiasa menjawab ‘iya’. Mereka menginginkan kesejahteraan. Namun ketika saya kejar, kebahagiaan seperti apa yang mereka inginkan, kebanyakan dari mereka kesulitan untuk menggambarkan dengan baik. 
Satu hal yang saya percayai dan saya jumpai, ketika arti kesejahteraan itu dilekatkan pada materi, semua akan berantakan, bahkan jauh sebelum pernikahan itu terjadi. Lantas bagaimana mesti bersikap? Karena manusia hidup senantiasa berdampingan dengan materi, manusia membutuhkan materi untuk hidup. Itu benar. Namun jika memutlakkan hal tersebut sebagai ukuran kesejahteraan dan kebahagiaan, maka yang sesungguhnya tidak akan tercapai.

Langkah indah…
Dalam khotbah pernikahan, saya selalu berpesan kepada para mempelai, ‘perayaan pernikahan ini adalah awal’. Awal dari sebuah perjalnan panjang. Sepanjang apa, tidak ada yang mengetahui. Ada yang beruntung bisa menikmati hidup pernikahan hingga usia 50, atau lebih. Namun banyak juga yang gagal.
Ibu bapak terkasih, tentu mengenal Bapak Salindeho dan Istri, Pak Istanto dan Istri. Beberapa kali saya berusaha mencuri foto mereka. Keakraban, dan pancaran cinta mereka saya rasakan cukup kuat. Saya tidak pernah bertanya kepada mereka, ‘apakah mereka berbahagia’, dengan melihatnya, mendengar mereka berbicara; saya temukan jawabannya.
Berikut ini sebuah catatan kecil yang saya buat setelah berjumpa dengan mereka.
Cinta itu…
Kawan, dua hari ini saya berjumpa dengan dua pengalaman yang sungguh mengaduk-aduk perasaan. Pengalaman itu adalah berjumpa dengan sepasang manusia yang berbalut cinta. Tak sekadar itu, juga berkesempatan untuk berhenti sejenak dan turut menghirup ruar cinta yang semerbak keluar.
Ruar cinta itu tidak selamanya manis dan harum. Terkadang berbelit sakit dan pedih. Adalah sepasang muda dari tanah Borneo. Sudah Sembilan tahun mereka merantau di bumi Kangguru ini untuk belajar dan sekarang bekerja. 
Tautan kasih yang telah mereka jalin sejak di bangku sekolah, hari itu mereka satukan di hadapan Tuhan. Dulu mereka yang dua sekarang telah menjadi satu daging. Satu harapan dan doa yang terujar, apa yang disatukan Tuhan jangan dipisahkan manusia.
Melihat mereka semestinya saya juga bergembira, tetapi tidak bisa saya pungkiri bahwa ada geliat kepedihan yang menyeruak masuk. Mereka, dua sejoli yang berikrar setia di hadapan Tuhan ini hadir tanpa orang tua, tanpa kerabat dekat. Hanya sahabat di perantauan yang mereka temukan di sini sejumlah hitungan jari, hadir sebagai saksi.
Toh tetap kulihat rona bahagia di wajah mereka. Meski tanpa dampingan orang tua. Meski tanpa prosesi sungkem di depan orangtua, mereka tersenyum bahagia. Hari itu cinta telah membalut raga, disatukan dihadapan yang kuasa. Cinta itu bukan pada kemeriahan perayaan dan sorakan handai taulan. Cinta itu meruar dari hati dan menyebar ke seluruh pribadi.
Hari ini saya bertemu lagi dengan pasangn yang lain. Manis pahit kehidupan telah mereka rengkuhi. Berada di bagian atas roda kehidupan dengan segala kemudahan telah mereka nikmati. Tersuruk di bagian bawah roda kehidupan juga telah mereka alami. Semuanya memupuk satu semangat yang sama. Hidup mesti dijalani. Cinta yang dulu menyatukan mestinya juga tetap menjadi semangat yang menguatkan.
Cinta itu bukan hanya sekadar kata. Cinta itu juga bukan sekadar rayuan dan hibaan sanjung puji. Cinta itu memberikan diri sepenuhnya. Apa yang dulu menyatukan, semestinya tetap menjadi perekat di kala ngengat mencoba merusak jalinan cinta bersulam sepakat.
Sang suami beberapa tahun yang lalu tersuruk ambruk diseruduk stroke. Ia yang selama ini berjalan gagah, meski rela meraih bantuan kruk. Bahkan tak jarang, suapan makan pun mesti ia terima. Pertama kali berjumpa dengan mereka, hati saya dibakar keharuan. Keharuan akan kesetiaan cinta.
Sementara di luar sana ada sekian pasang sejoli yang berkelahi karena merasa berbeda, sepasang keturunan Adam ini tetap kukuh menjalin kasih, meski tersuruk dalam kesusahan. Cinta itu bukan sekadar kata dan rayuan sanjung puji. Cinta itu memberikan diri sepuhnya, juga bukan sekadar meminta jatah pemenuhan gelora syahwat.
Apa yang mereka ungkapkan di hadapan Tuhan, disaksikan oleh pejabat yang berwenang dan para saksi, mestinya bukan sekdar janji. Tetapi sebuah meterai yang mematri hidup bermahligai. Ini sedikit bagian dari janji sehidup semati mereka.
“Aku menerima Engkau sebagai istriku. Aku akan setia kepadamu di kala susah dan senang, di kala sehat dan sakit. Aku akan menjadi suami yang baik dan bapak yang baik bagi anak-anak yang diberikan kepada kita.”
“Aku menerima Engkau sebagai suamiku. Aku akan setia kepadamu di kala senang dan susah, di kala untung dan malang, dan di kala sehat dan sakit. Aku akan menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anak yang akan diberikan kepada kita.”
Itu janji yang saya dengar kemarin dari sejoli muda. Hari ini saya melihat satu contoh kesetiaan dari seorang istri, “di kala untung dan malang, di kala sehat dan sakit.” Kawan, semoga kalian semakin setia di dalam menjalin hidup berkeluarga.
…………………
Berkaca dari keluarga-keluarga yang ‘sukses’ menyusuri hidup perkawinan hingga usia 50 atau lebih, akan kita temukan banyak pelajaran berharga. Ketika ditanya resep hidup berbahagia, mereka biasanya tidak serta merta menceritakan tips-tips. Kebanyakan dari mereka hanya menjawab, ‘kami menjalani apa yang mesti dijalani, dan tidak mencari apa yang tidak ada’.

Kerikil…
Dalam mengayun langkah menyusuri lorong-lorong pernikahan dan merentang layar dalam melayari bahtera pernikahan, niscaya ada kerikil yang kerap menggangu perjalanan, bahkan badai yang bisa mengancam keselamatan kapal. Tujuan tidak lagi gamblang terbentang, karena kendali, rusak perbekalan, dan kebahagiaan seperti tinggal kenangan masa silam. Suntuk, jenuh, bosan, marah, kerap singgah dalam hidup perkawinan.
Saya tidak perlu memerinci berbagai kerikil dalam hidup pernikahan. Karena ibu bapak jauh lebih tahu dari pada saya. Kalau sekarang saya menyinggungnya, karena menurut saya itu hal yang sangat biasa. Setiap keluarga niscaya mengalami, mungkin bentuk dan ukurannya berbeda. Nahh, yang tidak biasa adalah, bagaimana melalui tiap kerikil yang menggangu tersebut? Ada keluarga-keluarga yang mampu melewatinya dengan baik, sedangkan banyak keluarga harus babak belur untuk tetap bertahan dalam bahtera.
Tak jarang kerikil-kerikil yang awalnya tidak begitu terasa, lama-lama bisa menimbulkan penyakit, yang pada suatu saat bisa meledak. Tentu tidak ada yang menginginkan bahwa kehidupannya pada suatu saat meledak. Yang pasti gambaran indah yang dulu pernah terbayang sekarang mulai kabur, mulai blur seperti foto yang jelek kualitasnya. Foto yang dibuat pada malam hari tatkala objek foto bergerak, jadinya sebuah foto yang blur.

Saatnya Bicara…
Segala hal yang membuat kondisi keluarga menjadi tidak nyaman bisa dipecahkan dengan berbicara. Ada banyak hal yang patut dibicarakan. 
Ada seorang istri berkomentar, “suamiku sudah berubah, ia tidak seperti dulu lagi.” Sebenarnya ini sebuah keluhan yang naïf. Kenapa? Karena setiap orang berubah. Jika seseorang mengharapkan pasangannya masih sama seperti ketika mereka bertemu, hmmm akan lebih kacau.
Setiap orang berubah. Setiap orang berkembang. Yang dibutuhkan adalah kemapuan memahami dan saling mengerti. Seperti sebuah kertas gosok dan kayu yang kasar, jika mereka saling digosokkan, maka dua-duanya akan halus.
Dua pribadi yang berbeda, yang berkembang, tetaplah dua pribadi meski telah dipersatukan. Berhenti memahami, berhenti saling mengerti dan mengenali, hanyalah jalan berhenti menjadi satu. Berbicara adalah satu cara sederhana dan murah untuk saling mengerti.
Setelah tinggal bersama sekian lama, kerap kali seseorang mengandaikan sudah saling memahami. Sebaiknya lupakan saja pengandaian. Ataupun kalau menggunakan pengandaian, andaikan tidak tahu, maka bertanya dan belajar.

Saatnya Menjadi…
Ada satu cerita yang bagi saya memiliki pesan yang sangat kuat dan hebat. Tak bosan-bosannya saya menceritakan ksiah ini. 
Ibuku selalu bertanya padaku, apa bagian tubuh yang paling penting. Bertahun-tahun, aku selalu menebak dengan jawaban yang aku anggap benar. Ketika aku muda, aku pikir suara adalah yang paling penting bagi kita sebagai manusia, jadi aku jawab, "Telinga, Bu." Tapi, ternyata itu bukan jawabannya.
"Bukan itu, Nak. Banyak orang yang tuli. Tapi, teruslah memikirkannya dan aku menanyakan lagi nanti."
Beberapa tahun kemudian, aku mencoba menjawab, sebelum dia bertanya padaku lagi. Sejak jawaban pertama, kini aku yakin jawaban kali ini pasti benar. Jadi, kali ini aku memberitahukannya. "Bu, penglihatan sangat penting bagi semua orang, jadi pastilah mata kita."
Dia memandangku dan berkata, "Kamu belajar dengan cepat, tapi jawabanmu masih salah karena banyak orang yang buta."
Gagal lagi, aku meneruskan usahaku mencari jawaban baru dan dari tahun ke tahun Ibu terus bertanya padaku beberapa kali dan jawaban dia selalu, "Bukan. Tapi, kamu makin pandai dari tahun ke tahun, Anakku."
Akhirnya tahun lalu, kakekku meninggal. Semua keluarga sedih. Semua menangis. Bahkan, ayahku menangis. Aku sangat ingat itu karena itulah saat kedua kalinya aku melihatnya menangis. Ibuku memandangku ketika tiba giliranku untuk mengucapkan selamat tinggal pada kakek.
Dia bertanya padaku, "Apakah kamu sudah tahu apa bagian tubuh yang paling penting, sayang?"
Aku terkejut ketika Ibu bertanya pada saat seperti ini. Aku sering berpikir, ini hanyalah permainan antara Ibu dan aku. Ibu melihat kebingungan di wajahku dan memberitahuku, "Pertanyaan ini penting. Ini akan menunjukkan padamu apakah kamu sudah benar-benar "hidup".
Untuk semua bagian tubuh yang kamu beritahu padaku dulu, aku selalu berkata kamu salah dan aku telah memberitahukan kamu kenapa. Tapi, hari ini adalah hari di mana kamu harus mendapat pelajaran yang sangat penting." Dia memandangku dengan wajah keibuan. Aku melihat matanya penuh dengan air. Dia berkata, "Sayangku, bagian tubuh yang paling penting adalah bahumu."
Aku bertanya, "Apakah karena fungsinya untuk menahan kepala?"
Ibu membalas, "Bukan, tapi karena bahu dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang kamu sayangi ketika mereka menangis. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang perlu bahu untuk menangis. Aku cuma berharap, kamu punya cukup kasih sayang dan teman-teman agar kamu selalu punya bahu untuk menangis kapan pun kamu membutuhkannya."
Akhirnya, aku tahu.
Bagian tubuh yang paling penting adalah tidak menjadi orang yang mementingkan diri sendiri.Tapi, simpati terhadap penderitaan yang dialami oleh orang lain.
Orang akan melupakan apa yang kamu katakan. Orang akan melupakan apa yang kamu lakukan. Tapi, orang TIDAK akan pernah lupa bagaimana kamu membuat mereka berarti.
Ibu Bapak, alangkah bahagianya jika kita sungguh berarti bagi orang lain, bisa menjadi pundak bagi pasangan kita, menjadi mata, telinga, tangan dan kaki, juga hati bagi pasangan kita.

Saatnya Belajar
Ibu Bapak, saya ajak kalian belajar dari beberapa pasang suami istri yang diberkati Tuhan. Mereka saya pilih karena memiliki beberapa kemiripan dalam jalan hidup mereka. Pertama yang saya pilih adalah pasangan Abraham dan Sara. 
Mereka tinggal di daerah Ur, di Iraq sebelum dipanggil oleh Tuhan. Usia mereka juga sudah tidak muda lagi, Abraham sudah 75 tahun dan Sara pun usianya sebaya. Mereka belum dikaruniai anak waktu itu.
Tuhan meminta mereka untuk pergi ke suatu daerah yang akan ditunjukkan-Nya. Sebagai gantinya Tuhan menjanjikan tiga hal kepada Abraham. Yaitu keturunan, tanah, dan kemasyuran.
Janji Tuhan itu terus diperbaharui. Meski menunggu begitu lama, Abraham tetap setia dan yakin dengan janji yang dibuat oleh Tuhan. Ketika akhirnya mereka telah menempati tanah yang dijanjikan Tuhan, mereka masih belkum dikaruniai anak, padahal usia Sara sudah makin lanjut. Pada akhirnya, ia mendapatkan keturunan juga, namanya Ishak. 
Ternyata, Tuhan belum puas dalam menguji iman Abraham. Ia diminta mengorbankan Ishak anaknya. Perintah Tuhan ini ia turuti. Dengan hati sedih semua yang diinginkan Tuhan ia jalankan, terkadang tidak masuk akal, tetapi Abraham percaya bahwa ada rencana besar yang sedang disusun oleh Tuhan.
Kesetiaan dan iman Abraham yang begitu besar, membuat hati Allah luluh juga. Ia akhirnya menjadi teladan bagi orang beriman, bagaimana percaya kepada penyelenggaraan Tuhan, lebih dari pada perhitungan manusia.
Pasangan kedua yang saya jadikan teladan adalah Zakharia dan Elizabeth. Seperti Abraham dan Sara, pasangan juga telah lanjut usianya dan belum dikaruniai putera. Bahkan mereka sudah hilang harapan bahwa akan mendapat keturunan. Hingga akhirnya kabar malaikat itu datang.
Tentu saja kabar itu tidak bisa dimengerti. Zakharia pun menyampaikan kebingungannya. "Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya." Ternyata Tuhan marah dengan kebingungan Zakharia, ia dibuatnya bisu hingga istrinya melahirkan.
Kejadian unik dan ‘aneh’ ini juga menimpa pasangan ketiga, yaitu Yosef dan Maria. Selang 6 bulan setelah malaikat Gabriel mengunjungi Zakharia, ia menemui Maria di rumahnya. Menyampaikan kabar bahwa ia akan mengandung. Ia juga menyampaikan kabar bahwa saudarinya tengah mengandung usia 6 bulan.
Kisah selanjutnya bisa kit abaca dalam Kitab Suci. Mereka adalah orang-orang yang dipakai Allah. Mereka menuruti apa yang dimaui oleh Allah. Namun meski demikian, jika dilihat dari ukuran manusia, kehidupan mereka tidak selalu beruntung.
Yang paling nahas adalah pasangan Maria dan Yusuf. sejak dari proses kelahiran hingga sepanjang mereka mengasuh Yesus, banyak hal buruk menimpa mereka. Melahirkan di kandang, mengungsi ke Mesir, hanya bagian kisah kecil dari banyak hal yang tidak mampu mereka pahami.
Toh, mereka semua mencoba menjalani apa yang menjadi rencana Tuhan. mereka berserah, mereka berdoa. Kitab Suci mencatat bahwa Maria selalu menyimpan segala perkara dalam hatinya. Ia merenungkan apa yang tidak mampu ia pahami. Ia membawa dalam hubungannya dengan Tuhan.

Saatnya Gila
Jatuh cinta lagi, tergila-gila lagi, bersemangat lagi. Itulah semangat yang harus dikobarkan oleh tiap pasangan untuk menjaga kelangsungan cinta.
Menjaga cinta tetap membara itu seumpama menjaga api. Bukan api yang membara dari kompor gas, tetapi api dari tungku pembakaran tradisional. Di mana kayu menjadi bahan bakarnya.
Agar api menyala konstan, tidak boleh ada kayu terlalu banyak, sedikit saja. Namun ditambah terus menerus. Jika api kecil atau hampir padam, perlu dikipasi, jika terlalu besar, kayu dikurangi.
Itu adalah seni, menjaga api, menjaga cinta. Jika api terlalu besar, akan ada bahaya membuat masakan cepat gosong. Kalau api terlalu kecil, akan membuat api mudah padam.

Menjadi Gereja
Akhirnya tugas perutusan keluarga adalah menjadi Gereja dalam masyarakat. Keluarga adalah Gereja kecil yang hidup. Mereka mesti mampu menghadirkan Kristus yang sungguh hidup. Bagaimana caranya?
Cara yang umum dalam menghadirkan Kristus dalam keluarga dalah menghadirkan cinta kasih. Ubi caritas et amor, Deus ibi est. Di mana ada cinta kasih Tuhan hadir. Berarti keluarga mesti mampu menghadirkan cinta kasih.Tandanya adalah: Anak-anak merasakan cinta kasih yang mengalir dari kedua orangtua mereka. Suami merasakan cintakasih istri, dan istri merasakan cinta kasih suami.
Bagaimana jika itu belum terjkadi? Mari nyalakan lagi. Nyalakan lagi api cinta itu. Berpacaranlah kembali. Kobarkan kembali apa yang dulu pernah membara. Bawalah api cinta Kristus merasuk dalam kehidupan keluarga Anda.
Jadikanlah keluarga Anda, rumah Anda menajdi sebuah rumah doa, bukan rumah dosa. Bila ada konflik melanda, itu hanyalah tahapan kecil untuk menapak lebih tinggi. Keluarga yang dibangun dan dikehendaki oleh Allah, akan tetap kokoh berdiri jika Kristus menjadi tiang penyangganya. Biarkan Dia hidup di sana, di keluarga Anda.
Tuhan memberkati.
Romo Paulus Waris Santoso, O.Carm
St. Luke’s Church, Lalor Victoria
30 Mei 2010

LAGU-LAGU


“Home"

Another summer day
Has come and gone away
In Paris and Rome
But I wanna go home
Mmmmmmmm

May be surrounded by
A million people I
Still feel all alone
I just wanna go home
Oh, I miss you, you know

And I’ve been keeping all the letters that I wrote to you
Each one a line or two
“I’m fine baby, how are you?”
Well I would send them but I know that it’s just not enough
My words were cold and flat
And you deserve more than that

Another aeroplane
Another sunny place
I’m lucky, I know
But I wanna go home
Mmmm, I’ve got to go home

Let me go home
I’m just too far from where you are
I wanna come home

And I feel just like I’m living someone else’s life
It’s like I just stepped outside
When everything was going right
And I know just why you could not
Come along with me
'Cause this was not your dream
But you always believed in me

Another winter day has come
And gone away
In even Paris and Rome
And I wanna go home
Let me go home

And I’m surrounded by
A million people I
Still feel all alone
Oh, let me go home
Oh, I miss you, you know

Let me go home
I’ve had my run
Baby, I’m done
I gotta go home
Let me go home
It will all be all right
I’ll be home tonight
I’m coming back home 

“Crazy Love”
I can hear her heart beat for a thousand miles
And the heavens open every time she smiles
And when I come to her that's where I belong
Yet I'm running to her like a rivers song

Chorus:
She give me love, love, love, love, crazy love
She give me love, love, love, love, crazy love

She's got a fine sense of humor when I'm feeling low down
And when I come to her when the sun goes down
Take away my trouble, take away my grief
Take away my heartache, in the night like a thief

Chorus:
Yes I need her in the daytime
Yes I need her in the night
Yes I want to throw my arms around her
Kiss her hug her kiss her hug her tight

And when I'm returning from so far away
She gives me some sweet lovin brighten up my day
Yes it makes me righteous, yes it makes me feel whole
Yes it makes me mellow down in to my soul
“ Put Your Head On My Shoulder”
Put your head on my shoulder
Hold me in your arms, baby
Squeeze me oh so tight
Show me that you love me too
Put your lips next to mine, dear
Won't you kiss me once, baby
Just a kiss goodnight, may be
You and I will fall in love
Some people say that love's a game
A game you just can't win
If there's a way
I'll find it someday
And then this fool will rush in
Put your head on my shoulder
Whisper in my ear, baby
Words I want to hear
Tell me, tell me that you love me too.
Some people say that love's a game
A game you just can't win
If there's a way
I'll find it someday
And then this fool will rush in
Put your head on my shoulder
Whisper in my ear, baby
Words I want to hear, tell me
Put your head on my shoulder 
“LOST”
I can’t believe it’s over
I watched the whole thing fall
And I never saw the writing that was on the wall
If I’d only knew
The days were slipping past
That the good things never last
That you were crying
Summer turned to winter
And the snow it turned to rain
And the rain turned into tears upon your face
I hardly recognized the girl you are today
And god I hope it’s not too late
It’s not too late
’Cause you are not alone
I’m always there with you
And we’ll get lost together
Till the light comes pouring through
’Cause when you feel like you’re done
And the darkness has won
Babe, you’re not lost
When your worlds crashing down
And you can’t bear the thought
I said, babe, you’re not lost
Life can show no mercy
It can tear your soul apart
It can make you feel like you’ve gone crazy
But you’re not
Things have seem to changed
There’s one thing that’s still the same
In my heart you have remained
And we can fly fly fly away
’Cause you are not alone
And I am there with you
And we’ll get lost together
Till the light comes pouring through
’Cause when you feel like you’re done
And the darkness has won
Babe, you’re not lost
When the worlds crashing down
And you can not bear the cross
I said, baby, you’re not lost
I said, baby, you’re not lost
I said, baby, you’re not lost
I said, baby, you’re not lost

Crazy Little Thing Called Love
This thing called love I just can't handle it 
this thing called love I must get round to it 
I ain't ready 
Crazy little thing called love 
This (This Thing) called love 
(Called Love) 
It cries (Like a baby) 
In a cradle all night 
It swings (Woo Woo) 
It jives (Woo Woo) 
It shakes all over like a jelly fish, 
I kinda like it 
Crazy little thing called love 

There goes my baby 
She knows how to Rock n' roll 
She drives me crazy 
She gives me hot and cold fever 
Then she leaves me in a cool cool sweat 

I gotta be cool relax, get hip 
Get on my track's 
Take a back seat, hitch-hike 
And take a long ride on my motor bike 
Until I'm ready 
Crazy little thing called love 

I gotta be cool relax, get hip 
Get on my track's 
Take a back seat, hitch-hike 
And take a long ride on my motor bike 
Until I'm ready (Ready Freddie) 
Crazy little thing called love 

This thing called love I just can't handle it 
this thing called love I must get round to it 
I ain't ready 
Crazy little thing called love 
Crazy little thing called love 
Crazy little thing called love 
Crazy little thing called love 
Crazy little thing called love 
Crazy little thing called love 
Crazy little thing called love 
Crazy little thing called love 

Here I am Lord
I, the Lord of sea and sky
I have heard my people cry
All who dwell in dark and sin
My hand will save.

I who made the stars and night
I will make the darkness bright
Who will bear my light to them
Whom shall I send?

Here I am Lord
Is it I Lord?
I have heard you calling in the night
I will go Lord
If you lead me
I will hold your people in my heart.

I the Lord of snow and rain
I have borne my people's pain
I have wept for love of them
They turn away.

I will break their hearts of stone
Fill their hearts with love alone
I will speak my word to them
Whom shall I send?

Here I am Lord
Is it I Lord?
I have heard you calling in the night
I will go Lord
If you lead me
I will hold your people in my heart.
I will hold your people in my heart...

Comments

Popular Posts